NAMLEA | LA.HAM.INDONESIA.my.id
Meski belum memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), Koperasi Perusa Tanila Baru (PTB) diduga melakukan aktivitas pertambangan secara terbuka dengan memanfaatkan bahan beracun berbahaya (B3) jenis sianida (CN) dan sejumlah alat berat.
Atas dasar itu, Gubernur Maluku Hendrik Lewerissa didesak segera mencabut Izin Pertambangan Rakyat (IPR) milik koperasi tersebut.
Pemerhati hukum Wider Nurlatu Ketua DPW LA.HAM.RI Provinsi Maluku dalam keterangannya kepada lembagaanalisishamindonesia.com Kota Ambon Sabtu (20/7/25) siang, menegaskan bahwa Koperasi PTB secara resmi belum memiliki Amdal tetapi telah memulai proses produksi tanpa teknologi berprinsip ramah lingkungan.
Padahal, IPR yang dikeluarkan Pemerintah Provinsi Maluku semestinya menjamin prinsip ramah lingkungan.
“Problem utamanya adalah tidak ada satu pun teknologi dalam proses produksi/pengelolaan Koperasi pemegang IPR ini yang bisa dikategorikan ramah lingkungan,”
Ujar, Wider Nurlatu Ketua DPW LA.HAM.RI Provinsi Maluku
Hal ini terbukti saat anggota DPRD Kabupaten Buru mengunjungi lokasi Koperasi PTB di Jalur H Dusun Wamdaid, Desa Dava, Kecamatan Waelata, Kabupaten Buru, pada Rabu (2/7/25).
Mereka menemukan penggunaan sianida dalam pengelolaan tambang tanpa dukungan teknologi ramah lingkungan.
“Proses pengelolaan ini berada di wilayah transmigrasi. Efek bahaya dari pemakaian sianida sangat mengancam. Ini pelanggaran berat terhadap lingkungan,” tegas Wider
Ia mendesak pemerintah provinsi menarik kembali IPR PTB: “Pemerintah tidak boleh lemah. Sampai saat ini, mereka bahkan belum memiliki AMDALNET.”
Wider Nurlatu Ketua DPW LA.HAM.RI Provinsi Maluku juga menyayangkan sikap Pemerintah Provinsi Maluku yang dinilainya lalai dan sengaja membiarkan penggunaan zat kimia berbahaya.
“Dampaknya membahayakan kelangsungan hidup makhluk hidup, Membiarkan ini berarti menyengaja merusak lingkungan dengan sianida.
Apalagi hingga detik ini, Koperasi PTB belum mengantongi izin Amdalnet dan analisis dampak lingkungan,” paparnya.
Ia menyarankan Pemprov Maluku belajar dari Pemerintah Sumbawa yang menerapkan pertambangan tanpa merkuri/sianida, memenuhi standar UKL-UPL, dan mengedepankan sistem ramah lingkungan.
“Di Buru, pengelolaan koperasi justru bebas dan berbahaya tanpa prinsip ramah lingkungan,” tandas Wider.
Pakar lingkungan Universitas Pattimura (Unpatti)
Wider Nurlatu Ketua DPW LA.HAM.RI Provinsi Maluku
membenarkan bahwa hingga kini Amdal PTB belum rampung.
“Proses izinnya lambat karena tahapan di Amdalnet sangat banyak,” jelas Tulalessy, Sabtu (19/7) malam, selaku pihak yang ditugasi mengurus Amdal PTB.
Meski dokumen UKL-UPL telah selesai dan sedang diproses di Amdalnet untuk penetapan jadwal rapat dinas lingkungan, ia mengakui kejanggalan: “Persoalannya, dokumen belum disidangkan tapi Koperasi sudah beroperasi. Dari sisi ini, mereka pantas mendapat teguran.”
Wider Nurlatu kembali menekankan, “Aparat penegak hukum membiarkan pelanggaran ini terus berjalan.
Kejahatan lingkungan tidak boleh ditolerir karena dampak penggunaan sianida sangat masif. Kami mendesak Pemprov Maluku mencabut IPR PTB.”
Di tempat terpisah, Mansur Lataka selaku pemilik lahan sedimen meminta Koperasi PTB segera mengosongkan arealnya. “Ketua Koperasi tidak komitmen dalam bisnis.
Selain itu, pengelolaan sedimen mereka menggunakan CN (sianida),” ungkap Lataka.
Hingga berita ini diturunkan, Ketua Koperasi PTB belum dapat dihubungi untuk konfirmasi.
(TIM REDAKSI)

Posting Komentar