LA HAM Soroti Aktivitas PETI di Datahu.


Lahamindonesia.my.id
Gorontalo | Lembaga Analisis Hak Asasi Manusia (LA HAM) menyoroti aktivitas pertambangan tanpa izin (PETI), di Desa Datahu, Kecamatan Anggrek, Kabupaten Gorontalo Utara (Gorut).

Sorotan tajam LA HAM ini, menyusul adanya keluhan Kepala Desa Ilangata, Sumarjin Moohulao dalam akun facebooknya, terhadap aktivitas PETI di Desa Datahu, yang diduga telah mengakibatkan kerusakan lingkungan.

Menurut Wakil Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat LA HAM, Akram Pasau, SH., aktivitas PETI di Desa Datahu yang diduga hingga kini masih beroperasi, harus mendapatkan perhatian serius dari aparat penegak hukum dan pemerintah daerah.

"Pasalnya, dampak terhadap lingkungan sudah sangat memprihatinkan. Sungai diduga menjadi dangkal akibat aktivitas PETI ini, dan masyarakat telah mengeluhkan hal ini berulang ulang, namun tidak membuat aparat penegak hukum menindak tegas para pelaku," tutur Akram.

Akram mengungkapkan, masyarakat di Desa Ilangata yang berbatasan dengan Desa Datahu, membutuhkan pasokan air dari sungai untuk mengairi sawah mereka.

"Nah sekarang sungai telah dangkal, pasokan air yang debitnya tinggal sedikit juga, sudah disabotase oleh para pelaku PETI untuk kebutuhan pertambangan mereka, dengan membuat bendungan-bendungan kecil yang menutup aliran air sungai," ungkap Akram.

Tak hanya itu kata Akram, air sungai di Desa Datahu juga kini nampak tak sehat lagi sebab telah bercampur dengan lumpur sedimen hasil dari aktivitas pertambangan ilegal.

"Ini sudah sangat memprihatinkan. Belum lagi, jika intensitas curah hujan tinggi, pasti akan menyebabkan bencana banjir karena sungai sudah tak bisa berfungsi sebagaimana mestinya, ujung-ujungya masyarakat juga yang kena imbasnya," kata Akram.

Akram meminta, penindakan yang nyata dan kongkrit dari aparat penegak hukum dan pemerintah daerah, terhadap para pelaku PETI di Desa Datahu sebelum kerusakan lingkungan dan dampaknya ke masyarakat lebih bertambah.

"Penertibannya jangan hanya omon-omon. Ditertibkan kemudian dibiarkan beroperasi lagi, nanti kalau sudah mencuat lagi ke publik baru ditertibkan kembali. Kami minta, para pelaku bertanggungjawab dulu dengan dampak lingkungan yang sekarang muncul, dan jangan dulu beroperasi sebelum ada izin resmi. Tangkap dan proses jika ada yang bandel," pinta Akram.

Akram berharap, aparat penegak hukum dan pemerintah daerah tidak hanya melihat dampak ekonomis yang muncul dari pertambangan ilegal, yang selama ini dinikmati oleh para pelaku pertambangan ilegal, namun harus mempertimbangkan juga dampak ekologis dan sosial.

"Memang bagi para pelaku, aktivitas PETI bisa menghasilkan uang untuk kebutuhan sehari-hari bahkan dapat memperkaya diri, tapi bagaimana dengan dampak ekologis? Bagaimana dengan dampak sosial?" Imbuh Akram.

Akram menambahkan, aparat penegak hukum dan pemerintah daerah harus mendidik masyarakat, bahwa alam dan lingkungan harus dijaga keseimbangannya, sebab sumber daya alam adalah sumber daya yang sulit bahkan nyaris tak bisa diperbaharui.

"Sekarang air tercemar lumpur, sungai mengalami perubahan fungsi dan bentuk, pemukiman masyarakat menjadi rawan banjir, sawah juga menjadi kering karena kesulitan air. Jangan sampai, di kemudian hari kita akan terlambat menyadari bahwa uang dan emas tidak bisa dimakan," pungkasnya. (Red)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama